Ini adalah kisah kesaksian tentang Nadira (nama samaran) yang mengalami proses pembentukan dari Tuhan. Ketika ia dan suaminya memutuskan untuk menerima dan percaya kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadi mereka, ia dan suaminya ditodong pistol oleh
pamannya, seorang tokoh terkemuka di negeri ini, agar kembali ke agama mereka
yang lama.
Untunglah mereka diselamatkan
keluarganya, dibiarkan hidup dan diusir dari keluarga besar mereka. Pada awalnya
Nadira menyukai kehidupan kekristenan. Ia memuji dan menyembah
Tuhan di gereja besar dengan sukacita dan sorak-sorai sementara kedua tangannya
terangkat dengan gelang dan cincin berlian atau perhiasan mewah yang “branded” berkilau-kilauan
terlihat banyak orang. Gaunnya bermerek, tasnya berharga ratusan juta,
sepatunya bernilai puluhan juta. Pada awal kekristenannya, Nadira bangga dengan
hal ini, sehingga ia mau saja tampil di Wolipop memamerkan gaya hidup dan
koleksi tas dan sepatunya. Padahal sebelumnya Nadira mungkin harus menyembunyikan
kecantikannya dan kemewahannya dalam gaun tertutup gaya Timur Tengah.
Setelah pertobatannya, mereka sekeluarga berjemaat di gereja karismatik
yang dipenuhi ratusan orang. Namun ia dan keluarganya merasakan kehidupan
rohani yang datar. Apakah kekristenan itu hanya begini-begini saja? Apakah iman
yang dipertahankan dengan menyabung nyawa di bawah todongan pistol hanya
menghasilkan kehidupan rohani yang biasa-biasa saja? Ia biasa hidup mewah,
bergaul di kalangan sosialita dan selebritis, pesta di hotel-hotel mewah, naik turun mobil mewah, tetapi hati mereka
terasa hampa. Ada holy discontent atau perasaan tak nyaman dan kegelisahan yang dari Tuhan di
hati mereka. Mereka menyadari ada yang salah dengan kekristenan yang suam-suam kuku seperti itu, kekristenan yang masih penuh kedagingan, kekristenan yang terasa dangkal, kekristenan yang hanya memburu kemakmuran dan kepuasan diri sendiri.
Lebih dari 10 tahun lalu Nadira memiliki butik mewah ini. Bisnis ini berjalan dengan baik, hingga suatu hari Nadira ditipu
orang Kristen sebesar beberapa milyard rupiah, ketika uang rupiah jauh lebih berharga
daripada sekarang. Keadaan bertambah buruk ketika bisnis suaminya juga macet
pada saat itu. Mereka mengalami apa artinya hidup dengan keuangan terbatas.
Mulailah Nadira dan suaminya masuk ke
dalam proses “zeroing”, proses
pengosongan diri, proses kehilangan segala pegangan yang mengandalkan kekuatan
sendiri.
Mereka menghadapi situasi yang tampak tak berpengharapan (hopeless). Mereka seperti menghadapi
tembok Yerikho. Namun Roh Kudus selalu
mengingatkan bahwa saat orang yang takut akan Allah menghadapi situasi tak
berpengharapan, itu adalah saat paling tepat Allah akan menampakkan diri dan
memberi pertolongan. Ketika Adam dan Hawa menghadapi keadaan tak berpengharapan
setelah jatuh dalam dosa, mereka mendapatkan janji bahwa keturunan Hawa akan
membebaskan dosa manusia. Ketika Abraham dan Sara terlalu tua untuk mendapatkan
anak, Tuhan menepati janji-Nya dan memberi mereka anak perjanjian, Ishak.
Ketika Yusuf dilemparkan ke dalam sebuah sumur, keadaannya seperti tak
berpengharapan, namun Tuhan menyertai
Yusuf hingga mendudukkan Yusuf sebagai penguasa di Mesir di bawah Firaun. Ketika Musa dan
bangsa Israel menghadapi Laut Merah dan pasukan Mesir yang dipimpin Firaun mengejar bangsa Israel, mereka
terjepit dan tampaknya tidak berpengharapan, namun Tuhan membelah Laut Merah
dan menyelamatkan bangsa Israel dari kejaran pasukan Mesir dan Firaun. Ketika
Yosua dan bangsa Israel menghadapi Tembok Yerikho yang sangat tinggi dan kokoh,
mereka sepertinya menghadapi tembok kemustahilan, namun Allah meruntuhkan tembok itu, dan
bangsa Israel merebut kota Yerikho dengan mudah. Ketika Saul dan bangsa Israel
menghadapi Goliat, tampaknya mereka menghadapi kondisi tak berpengharapan,
namun Daud yang disertai Tuhan mengalahkan raksasa Goliat. Situasi tak berpengharapan itu dapat berupa
sakit penyakit, kehilangan orang yang dikasihi, perceraian, kecanduan narkoba,
kebangkrutan bisnis, PHK, atau apapun. Di saat anda tidak dapat jatuh lebih
dalam lagi, saat anda di dasar keterpurukan, itulah saatnya anda dapat percaya
bahwa pertolongan Allah tidak pernah datang terlambat.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------
Only God can turn a mess into a message, a test into a testimony,
a trial into a triumph, a victim into a victory.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------
Ketika keadaan keuangan keluarga Nadira sangat sulit, para
satpam yang menjaga rumahnya dan sopirnya dengan sangat terpaksa harus
diberhentikan. Bukan hanya itu saja. Mereka harus menjual mobil-mobil mewah
mereka. Nadira pernah berdoa, “Tuhan,
kalaupun aku harus naik kendaraan umum, jangan dong saya harus naik bis karena
saya biasa pakai sepatu “high heels”,
takut keseleo di bis atau terperosok masuk ke celah antara bis dan halte.
Kalaupun saya naik taksi, ijinkanlah saya naik taksi yang berwarna hitam,
jangan yang berwarna lain karena biasanya yang warna lain itu berbau asap rokok
dan saya tidak tahan.” Nadira harus belajar
tidak menggunakan kartu kredit sama sekali karena tagihan kartu kredit yang
terlambat dibayar telah membuat mereka dikejar-kejar “debt collector”. Ia mengalami pemadaman listrik di rumahnya selama
sebulan setelah listrik diputus PLN karena terlambat membayarnya. Selama masa
keterpurukan ini, apakah ada orang-orang Kristen yang menolong mereka? Tidak
ada! Apakah ada gereja yang menolong mereka? Tidak ada! Ia membandingkan, ayah
ibunya jauh lebih murah hati kepada sesamanya daripada orang-orang Kristen yang
mempunyai jaminan keselamatan kekal ini. Ayah ibunya tidak akan pernah
membiarkan orang-orang kesusahan yang
datang ke rumah mereka pulang
dengan tangan hampa. Ayah ibunya tidak mengenal kasih tak bersyarat, tidak
mengenal kasih karunia, tidak mengenal jalan kebenaran yang membawa kehidupan,
namun mereka mempunyai belas kasihan kepada orang-orang yang sedang
membutuhkan. Alhamdulillah, ibunya masih menolong Nadira, walaupun ibunya
pernah dikecewakan oleh perpindahan agama Nadira. Selain itu, pertolongan
datang melalui orang-orang yang tidak diduga, ada orang yang menawarkan
kerjasama di bidang bisnis property. Melalui bisnis ini sedikit demi sedikit
rejeki datang dan memulihkan perekonomian keluarga Nadira.
Pada periode zeroing ini, Nadira
belajar untuk bersikap rendah hati, belajar untuk mengenal kasih Bapa, belajar mengenal
hidup kekristenan yang sejati, dan belajar mempedulikan orang-orang lain. Tuhan
membentuk karakternya. Jika dahulu ia suka berkata kasar kepada siapapun dengan
perbendaharaan nama-nama dari dunia fauna, termasuk kepada suaminya, sekarang
ia dapat mengendalikan dan menjaga lidahnya. Jika dahulu ia seringkali mudah
marah kepada sopirnya yang salah jalan, sekarang apabila ia “car call” sopirnya di pusat
perbelanjaan dan sopirnya tidak datang-datang juga menjemput di lobi utama, ia
akan pulang sendiri naik taksi berwarna hitam dan sopirnya terus menunggu
sampai mall-nya tutup dan ketika sang sopir pulang ke rumah mendapati
majikannya sudah ada di rumah tenang-tenang saja. Dahulu ia tidak pernah memberikan perhatian
kepada para satpam yang menjaga pos penjagaan keluar masuk kompleks perumahan.
Sekarang Nadira sering dielu-elukan para satpam yang biasa diberinya oleh-oleh
roti atau donat mahal dan sejenisnya apabila melintas di pos penjagaan kompleks
perumahannya.
Dahulu ia malas membaca Alkitab, sekarang ia rajin dan konsisten
membacanya. Ia membacanya dari Buku Alkitab, bukan dari gadget apapun. Selama
kebaktian, ia selalu mematikan handphone-nya. Ia paling sebel melihat
orang-orang yang main BBM atau Facebook selama ibadah. Ia melahap
pelajaran-pelajaran kekristenan dari kaset atau CD. Apabila ada pelajaran-pelajaran
tertentu yang berat untuk diterapkan, seperti penyangkalan diri, persekutuan
dengan penderitaan Kristus, pengampunan terhadap orang Kristen yang menipunya
bermilyard-milyard, penanggalan kedagingan, pengendalian diri, dan sejenisnya,
ia akan memutar CD pelajaran berulang-ulang dan berdoa meminta kekuatan dari
Tuhan untuk memampukannya taat dan menerapkan firman Tuhan dalam kehidupannya
sehari-hari. Ia sering berdialog dengan Tuhan, “Tuhan hari ini saya mau
menyangkal diri saya yang masih ikut-ikutan gaya hidup para sosialita. Tolong
dong, Tuhan. Saya masih kepingin.” Lalu suara di hatinya berkata, “Kalau kamu
masih mau hidup dalam kedagingan terus karena kamu masih mengenakan manusia
lama, kapan kamu akan menjadi dewasa dan mencapai kepenuhan Kristus?” “Wah, ya
juga, saya tidak mau jadi kanak-kanak terus ah!” Dengan berfokus pada karya
Tuhan Yesus di kayu salib, ia selalu memperkatakan bahwa di dalam Kristus ia
adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah
datang (2 Kor 5:17). Nadira juga selalu memperkatakan bahwa ia telah dibaharui
di dalam roh dan pikirannya, dan mengenakan manusia baru, yang telah diciptakan
menurut kehendak Allah di dalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya (Ef
4:23-24). Tidak lupa ia juga sering memperkatakan, ”Janganlah ada perkataan
kotor keluar dari mulutku, tetapi aku pakai perkataan yang baik untuk
membangun, di mana perlu, supaya mereka yang mendengarnya, beroleh kasih
karunia.” (Ef 4:29)
Saat
ini Nadira dan keluarganya tidak bisa “nyambung” dengan gaya hidup kekristenan
yang hura-hura, tidak mempraktikkan kehidupan seperti pada zaman gereja rasuli,
yaitu kekristenan yang menyangkal diri, kekristenan yang memikul salib, kekristenan
yang bersekutu dengan penderitaan Kristus, kekristenan yang tidak dikuasai
kedagingan, kekristenan yang menunjukkan buah pertobatan, dan kekristenan yang berfokus
pada kepentingan Kerajaan Allah. Sekarang ini banyak orang-orang Kristen yang memanggil
nama TUHAN tetapi hidup sembarangan, hidup tanpa pertobatan, hidup tanpa
perubahan. Hal ini mengingatkan pada zaman Nuh.
“Lahirlah seorang anak laki-laki bagi Set juga dan anak itu dinamainya
Enos. Waktu itulah orang mulai memanggil nama TUHAN.” (Kej 4:26) Enos mati sekitar 1.140
tahun setelah Penciptaan, atau sekitar delapan puluh empat tahun setelah Nuh
lahir. Nuh lahir sekitar 1.056 tahun setelah masa Penciptaan. Karena pada zaman
itu manusia bisa hidup mencapai delapan atau sembilan tahun, maka ribuan orang
yang “mulai memanggil nama Tuhan” pada zaman Enos ini masih hidup pada zaman
Nuh. Jika demikian, ada ribuan orang “yang memanggil nama Tuhan” pada zaman Nuh
ditenggelamkan oleh Air Bah. Mereka adalah orang-orang yang memanggil nama
Tuhan tanpa pertobatan. Tuhan Yesus menegaskan, “Sebab sebagaimana halnya pada zaman Nuh,
demikian pula halnya kelak pada kedatangan Anak Manusia.” (Mat 24:37) Banyak orang yang memanggil-manggil nama Tuhan pada akhir zaman, tetapi Tuhan akan berterus terang, "Aku tidak mengenal kalian, enyahlah dari pada-Ku!" (Mat 7:21)
Karena pergaulannya dengan Tuhan yang intens, Nadira mendapat karunia untuk berkata-kata dengan hikmat dan pengetahuan. Pada suatu sore ia sedang bersantai di sebuah restoran mewah di Pondok Indah Street Gallery. Lalu masuklah beberapa gadis muda yang cantik-cantik tetapi kuyu. Nadira sempat berkenalan dengan mereka. Rupanya mbak-mbak ini adalah pacar para expatriates bule. Nadira berkata kepada salah seorang, katakanlah Titi.
“Ti, kenapa sih kamu bingung? Udah punya pacar baik hati, kenapa kamu
masih mengejar cowok lain?”
“Lho, koq tante Nadira tahu sih? Tante itu paranormal ya?”
“Ah, bukan. Tuhan yang kasih tahu sama tante!”
“Wah, bacain aku juga dong, tan!” kata Dina.
“Ya, aku mau juga dong!” kata Susan.
Mereka rame-rame mengelilingi Nadira, minta konseling dadakan di Union Brasserie-Bakery & Bar itu.
“Susan, kamu itu jangan merokok lagi! Lihat wajah kamu layu begitu karena asap rokok. Lihat muka tante, masih kinclong seperti ini!”
“Iya, tuh San, mendingan ikut nasihat si tante. Dia tak suka merokok, wajahnya masih segar....” kata Dina.
Memang, wajah Nadira yang sudah hampir ‘seket’ (50) itu masih cantik, terlihat lebih muda dari usia sebenarnya, dan bertambah cantik karena ada urapan dan kemuliaan Tuhan menyelubungi wajahnya.
“Dina, kamu jangan simpan sakit hati. Maafin aja suami kamu. Belajarlah mengasihi dia dengan kasih tak bersyarat.” kata Nadira sebelum Dina menceritakan permasalahannya.
“Gimana caranya, tan? Aku terlalu sakit. Aku tak bisa mengampuni dia. Aku tak punya kasih lagi.”
“Nih, begini ceritanya....” kata Nadira mulai menjelaskan tentang kasih dan pengampunan dari Tuhan. Akhirnya, Nadira mengadakan sesi penginjilan di restoran mewah itu.
Yang dapat kita pelajari dari kisah kehidupan Nadira dan keluarganya,
mereka dibentuk Tuhan untuk dipakai menjadi berkat bagi banyak orang. Proses
perubahan mereka tidak berhenti sebatas perubahan itu saja. Tuhan selalu
mengubah orang dengan suatu misi tertentu, menceritakan kabar baik dan kebaikan
Tuhan dalam hidup orang yang telah diubahkan.
Ditulis/diposting oleh Hadi Kristadi untuk PENTAS KESAKSIAN
http://pentas-kesaksian.blogspot.com
******
Note: Terima kasih atas pesanan buku "Mukjizat Kehidupan" oleh Bpk. Pdt. M. Rajagukguk dari Pekanbaru, buku sudah dikirim dengan Pos Kilat Khusus. God bless you.
******
Note: Terima kasih atas pesanan buku "Mukjizat Kehidupan" oleh Bpk. Pdt. M. Rajagukguk dari Pekanbaru, buku sudah dikirim dengan Pos Kilat Khusus. God bless you.