Search This Blog

Thursday, November 12, 2009

A Pair of Kebaya Clothes for Mom

Lastri menimang-nimang kembali jarit dan kebaya yang masih baru. Sebuah jarit dengan warna dasar coklat tua. Dia tidak tahu nama corak batik. Baginya itu tidak penting. Dia hanya melihat bahwa warna ini sangat cocok bagi emaknya. Dia juga pernah melihat emaknya memiliki jarit dengan corak yang seperti ini, tapi itu sudah beberapa tahun yang lalu dan jarit itu sudah dijual ketika Lastri membutuhkan uang untuk membayar uang sekolah.

Ditatapnya kebaya yang ada di tangan kirinya. Kebaya yang baru saja selesai dijahit oleh Mbak Mi, tetangga sebelah. Warna bunga-bunga yang cerah sangat cocok dengan warna dasar jarit. Pikiran Lastri terbang membayangkan emaknya memakai jarit dan kebaya baru. Betapa bahagia emak nanti berlebaran dengan jarit dan kebaya baru, pikir Lastri dengan senyum mengambang bahagia.

Entah sudah berapa kali sepasang pakaian itu ditimang-timangnya. Setiap melihat keduanya hati Lastri menjadi berbunga-bunga. Dia sangat bahagia. Dia sudah lama menabung untuk kedua pakaian ini. Gajinya yang kecil disisihkan sedikit demi sedikit. Dia pun harus mengurangi jatah makan dan kesenangan pribadi. Sejak masuk kerja dulu tekadnya sudah bulat bahwa Lebaran kali ini dia harus memberi emaknya hadiah. Dia ingin emaknya bahagia di hari Lebaran dengan pakaian baru. Terbayang wajah emak di desa. Seorang perempuan desa yang sederhana. Tidak berpendidikan. Namun bagi Lastri emak adalah segalanya. Dialah orang tua satu-satunya. Sejak kecil emak sudah ditinggal bapak yang nikah lagi. Lastri tidak tahu persis mengapa bapak meninggalkan keluarganya dan menikah lagi. Konon menurut cerita beberapa tetangga dan cerita emak sendiri, bapak tergila-gila sama janda lain desa. Bapak ingin menikahi janda itu. Tapi emak tidak mau dimadu, maka bapak menceraikan emak.

Tanpa bekal ketrampilan dan pendidikan, emak harus bekerja untuk menghidupi ketiga anaknya yang masih kecil, sebab bapak tidak peduli lagi terhadap mereka. Setiap subuh emak harus bangun dan bergegas ke pasar yang berjarak 5 km dari rumah. Emak berjualan kue yang dibuatnya sendiri sepanjang sore dan malam hari. Siang hari emak baru pulang lalu mengurus rumah. Lastri dan kedua adiknya yang masih kecil hanya bisa membantu ala kadarnya. Mereka diserahi untuk memelihara ayam untuk biaya sekolah. Emak tidak ingin anak-anaknya bodoh dan bisa disepelekan oleh lelaki seperti dirinya. Bagi emak, seorang perempuan harus bisa mandiri dan mempunyai pendirian yang kukuh. Tidak perlu memohon belas kasih dari lelaki. Lastri senantiasa mengingat ajaran emaknya. Meski dia hanya seorang anak desa yang miskin dan wajahnya tidak cantik, namun dia tidak mau dijadikan istri pertama apalagi kedua. Menurut emak menjadi istri pertama atau kedua atau ketiga, hanya menunjukan kelemahan seorang perempuan. Perempuan harus punya harga diri. Dia harus bisa mensejajarkan diri dengan lelaki. Bukan obyek yang bisa dipermainkan, kalau senang dinikahi setelah bosan ditinggalkan begitu saja. Lastri tersenyum membayangkan wajah emaknya.

Didikan emak membuatnya menjadi perempuan yang mandiri. Setelah lulus SMA di desa, dia ke Surabaya mencari kerja. Akhirnya di terima disebuah home industri yang tidak jauh dari tempat kos. Dia bekerja mulai dari pagi sampai sore dengan gaji Rp 350.000 per bulan. Bagi Lastri gaji ini sudah cukup besar. Kalau dihitung perhari dia mendapatkan gaji sekitar Rp 11.000 lebih. Padahal hasil keuntungan emaknya perhari hanya sekitar Rp 6000, itupun harus bangun sebelum subuh dan bekerja sampai larut malam. Belum lagi harus jalan kaki ke pasar sejauh 5 km sambil membawa barang baik waktu pergi maupun saat pulang. Maka dia tidak mau meneruskan pekerjaan emaknya.
Lastri juga teringat apa yang dikatakan oleh majikannya bahwa gajinya sudah besar, sebab kerjanya hanya membuat kotak sepatu. Tidak perlu mengeluarkan banyak tenaga. Lastri pun puas akan gajinya dan pekerjaannya. Dari pada di desa lebih baik dia bekerja disini. Dia bisa melihat dan merasakan kehidupan kota dan mendapatkan gaji yang lebih besar dari penghasilan emaknya. Selain itu dengan bekerja di kota, dia merasa lebih memiliki harga diri dari pada hanya menjadi sekedar penjual kue seperti emaknya. Lebih penting lagi emaknya bangga, bahwa anaknya bisa bekerja di kota. Emak tidak rugi menyekolahkan kamu sampai pinter, sehingga kamu tidak menjadi penjual kue seperti emak. Ini pernah dikatakan emaknya ketika Lastri memberitahu bahwa dia sudah bekerja di sebuah perusahaan.

Beberapa kali ada teman yang mengatakan bahwa gajinya tidak sesuai dengan UMR, tapi Lastri tidak peduli. Majikannya pernah mengatakan, kalau dia merasa gajinya kurang, silakan mencari pekerjaan di tempat lain. Mencari pekerjaan saat ini sangat sulit, apalagi hanya berbekal ijasah SMA dari desa dan dia tidak memiliki ijasah lain. Maka dia tidak tertarik ketika ada seorang teman mengajak nya mogok kerja untuk meminta kenaikan upah dan uang makan. Bagi Lastri biarlah banyak buruh yang mogok untuk menuntut kenaikan upah. Dia tidak akan ikut-ikutan mereka. Dia sudah sangat berterima kasih pada majikannya, sebab mau menerima dia bekerja disini. Selain itu jika dia dikeluarkan oleh majikannya akibat ikut-ikutan temannya mogok, maka dia tidak tahu harus bekerja apa. Majikannya pernah mengatakan bahwa kalau dia keluar, akan banyak orang yang datang dan siap menggantikannya. Saat ini situasi sedang sulit. Banyak orang butuh pekerjaan. Mereka tidak hanya lulusan SMA bahkan banyak yang lulusan sarjana. Maka Lastri bersedia saja menerima gaji yang telah ditentukan oleh majikannya, tanpa dia sendiri tahu tentang perhitungan dan patokan gajinya.

Uang Rp 350.000 itu memang sebenarnya tidak cukup. Untuk bayar kos di sebuah kamar kecil saja sudah Rp 50.000 per bulan. Untuk makan di warung Budhe Yah sekali makan dia harus bayar Rp 2500. Itupun hanya dapat nasi dengan sedikit lauk dan teh. Dengan demikian dia harus mengeluarkan Rp 7500 per hari atau Rp 225.000 per bulan. Dengan demikian untuk makan dan kos saja sudah Rp 275.000. ini belum termasuk air untuk minum dan kebutuhan sehari-hari lainnya, seperti sabun mandi, sabun cuci, odol, bedak dan lainnya. Rekreasi? Suatu hal yang hanya bisa dia bayangkan. Selama 8 bulan di Surabaya, baru sekali dia nonton bioskop dekat pasar dengan tiket Rp 1500. Dia hanya pernah mendengar ada plaza dengan nama TP dan Delta, tapi lewat di depannya saja jarang sekali. Apalagi masuk ke dalamnya. Dia tidak berani. Sejak datang ke Surabaya dia baru dua kali beli pakaian di tukang loak yang banyak membuka stand kalau malam hari. Dia harus hidup irit seirit-iritnya. Sebetulnya kalau masak sendiri, bisa lebih irit, tapi mau masak kadang tidak sempat, sebab jam 8 pagi harus sudah di perusahaan dan baru pulang jam 17.00. Itupun kalau tidak lembur. Sering kali Lastri pulang dengan kecapekan sebab seharian hanya duduk untuk memotong dan melem karton.

Dia pun masih harus mengirim uang untuk kedua adiknya setiap dua bulan sekali. Emak sudah semakin tua, sehingga tidak bisa berjualan seperti dulu lagi. Emak hanya berjualan ala kadarnya, maka Lastri harus menanggung beban biaya sekolah kedua adiknya. Untuk itu Lastri harus memperhitungkan dengan teliti setiap pengeluaran. Dia pun sering terpaksa puasa agar uangnya masih cukup untuk menutup semua kebutuhan. Tapi dia bangga bisa membantu emak membiayai adik-adiknya. Selama setengah tahun ini Lastri harus lebih mengirit pengeluaran. Sisa uang yang ada dia kumpulkan sedikit demi sedikit untuk membelikan jarit dan kebaya bagi emak. Ini bukan suatu kemewahan. Sudah 6 kali Lebaran emak tidak pernah menggunakan jarit dan kebaya baru. Maka Lastri ingin pada Lebaran kali ini emak bisa menggunakan pakaian baru. Pakaian yang dia belikan dari hasil keringatnya. Ini adalah bentuk sedikit balas kasih emak kepadanya yang tidak mungkin terbalaskan.

Di tengah keredupan lampu 15 watt Lastri tersenyum membayangkan wajah emaknya yang sangat bahagia. Lastri tidak membelikan baju untuk kedua adiknya, sebab dia tahu pasti emak telah membelikan untuk mereka. Setiap lebaran emak pasti membelikan baju baru bagi anak-anaknya. Bagi emak sudah merupakan suatu kebahagiaan jika melihat anak-anaknya memakai baju baru di hari yang baik ini. Emak tidak peduli dengan dirinya asal anak-anaknya bahagia. Dengan perlahan Lastri memasukan kebaya dan jarit itu dalam tas besar yang besok akan dibawanya pulang. Dia sudah tidak sabar menunggu hari esok. Dia ingin segera pulang dan memeluk emaknya. Dia kangen sama emaknya. Dia ingin melihat kegembiraan yang terpancar di wajah emaknya. Emak aku sangat mencintaimu, bisik Lastri lirih. Email kiriman bpk Wawan S.T.

Diposting oleh Hadi Kristadi untuk PENTAS KESAKSIAN
http://pentas-kesaksian.blogspot.com

Kesaksian Pembaca Buku "Mukjizat Kehidupan"

Pada tanggal 28 Oktober 2009 datang SMS dari seorang Ibu di NTT, bunyinya:
"Terpujilah Tuhan karena buku "Mukjizat Kehidupan", saya belajar untuk bisa mengampuni, sabar, dan punya waktu di hadirat Tuhan, dan akhirnya Rumah Tangga saya dipulihkan, suami saya sudah mau berdoa. Buku ini telah jadi berkat buat teman-teman di Pasir Panjang, Kupang, NTT. Kami belajar mengasihi, mengampuni, dan selalu punya waktu berdoa."

Hall of Fame - Daftar Pembaca Yang Diberkati Buku Mukjizat Kehidupan

  • A. Rudy Hartono Kurniawan - Juara All England 8 x dan Asian Hero
  • B. Pdt. DR. Ir. Niko Njotorahardjo
  • C. Pdt. Ir. Djohan Handojo
  • D. Jeffry S. Tjandra - Worshipper
  • E. Pdt. Petrus Agung - Semarang
  • F. Bpk. Irsan
  • G. Ir. Ciputra - Jakarta
  • H. Pdt. Dr. Danny Tumiwa SH
  • I. Erich Unarto S.E - Pendiri dan Pemimpin "Manna Sorgawi"
  • J. Beni Prananto - Pengusaha
  • K. Aryanto Agus Mulyo - Partner Kantor Akuntan
  • L. Ir. Handaka Santosa - CEO Senayan City
  • M. Pdt. Drs. Budi Sastradiputra - Jakarta
  • N. Pdm. Lim Lim - Jakarta
  • O. Lisa Honoris - Kawai Music Shool Jakarta
  • P. Ny. Rachel Sudarmanto - Jakarta
  • Q. Ps. Levi Supit - Jakarta
  • R. Pdt. Samuel Gunawan - Jakarta
  • S. F.A Djaya - Tamara Jaya - By Pass Ngurah Rai - Jimbaran - Bali
  • T. Ps. Kong - City Blessing Church - Jakarta
  • U. dr. Yoyong Kohar - Jakarta
  • V. Haryanto - Gereja Katholik - Jakarta
  • W. Fanny Irwanto - Jakarta
  • X. dr. Sylvia/Yan Cen - Jakarta
  • Y. Ir. Junna - Jakarta
  • Z. Yudi - Raffles Hill - Cibubur
  • ZA. Budi Setiawan - GBI PRJ - Jakarta
  • ZB. Christine - Intercon - Jakarta
  • ZC. Budi Setiawan - CWS Kelapa Gading - Jakarta
  • ZD. Oshin - Menara BTN - Jakarta
  • ZE. Johan Sunarto - Tanah Pasir - Jakarta
  • ZF. Waney - Jl. Kesehatan - Jakarta
  • ZG. Lukas Kacaribu - Jakarta
  • ZH. Oma Lydia Abraham - Jakarta
  • ZI. Elida Malik - Kuningan Timur - Jakarta
  • ZJ. Luci - Sunter Paradise - Jakarta
  • ZK. Irene - Arlin Indah - Jakarta Timur
  • ZL. Ny. Hendri Suswardani - Depok
  • ZM. Marthin Tertius - Bank Artha Graha - Manado
  • ZN. Titin - PT. Tripolyta - Jakarta
  • ZO. Wiwiek - Menteng - Jakarta
  • ZP. Agatha - PT. STUD - Menara Batavia - Jakarta
  • ZR. Albertus - Gunung Sahari - Jakarta
  • ZS. Febryanti - Metro Permata - Jakarta
  • ZT. Susy - Metro Permata - Jakarta
  • ZU. Justanti - USAID - Makassar
  • ZV. Welian - Tangerang
  • ZW. Dwiyono - Karawaci
  • ZX. Essa Pujowati - Jakarta
  • ZY. Nelly - Pejaten Timur - Jakarta
  • ZZ. C. Nugraheni - Gramedia - Jakarta
  • ZZA. Myke - Wisma Presisi - Jakarta
  • ZZB. Wesley - Simpang Darmo Permai - Surabaya
  • ZZC. Ray Monoarfa - Kemang - Jakarta
  • ZZD. Pdt. Sunaryo Djaya - Bethany - Jakarta
  • ZZE. Max Boham - Sidoarjo - Jatim
  • ZZF. Julia Bing - Semarang
  • ZZG. Rika - Tanjung Karang
  • ZZH. Yusak Prasetyo - Batam
  • ZZI. Evi Anggraini - Jakarta
  • ZZJ. Kodden Manik - Cilegon
  • ZZZZ. ISI NAMA ANDA PADA KOLOM KOMENTAR UNTUK DIMASUKKAN DALAM DAFTAR INI