Ini
adalah kisah seorang bayi di pintu kematian, kisah mukjizat tentang Ethan
Stacy. Pada waktu kedua orangtua Ethan melangkah sepanjang jalan di pekuburan
untuk melihat tempat untuk mengubur bayi mereka, Ethan Stacy, yang tinggal
menunggu kematian dalam hitungan hari. Ethan sudah dirawat oleh perawat
spesialis bagi pasien-pasien yang akan meninggal (hospice nurse). Kondisi
kesehatan tubuhnya menurun dengan cepat.
Menurut
penjelasan Dr. Melissa Rhodes, Ethan
menderita sakit kanker darah jenis Acute Myeloid Leukemia (AML). Ia bertugas di
bagian Onkologi di RS Anak Vanderbilt di Nashville, Tennessee, Amerika Serikat,
dan menjadi salah satu dokter yang merawat Ethan. “Anak-anak yang terlahir
dengan penyakit leukemia biasanya tidak akan bertahan hidup lama,” kata Dr.
Rhodes. “Pengobatan terbaik yang dapat kami lakukan adalah mengobati Ethan
dengan kemoterapi yang berat dan itupun tidak menjamin apakah ia dapat
disembuhkan.” Sesungguhnya, kemoterapi itu ibarat racun bagi bayi-bayi yang
baru dilahirkan sehingga para dokter memberi pilihan kepada orangtua Ethan
untuk menolak kemoterapi bagi anak mereka.
Setelah
dua minggu di RS, Chad dan Mandy, orangtua Ethan, mengambil keputusan yang
berat untuk membawa bayi mereka pulang ke rumah. “Kemo itu dapat membunuh bayi
kita,” kata Chad. “Banyak risikonya.”
“Kami
pulang ke rumah dan saya ingat sedang berbaring di ranjang sambil berdoa,” kata
Mandy, “Saya katakan, ‘Tuhan, berilah kami jawaban,’ Kami berdua bangun tidur
pada keesokan hari dan kami sepakat, ‘Tidak, kami tidak akan membiarkan Ethan
dikemo.’” Kebanyakan dokter di RS
Vanderbilt mendukung keputusan mereka. “Kami bayangkan jika Ethan memang
terkena jenis leukemia yang kami duga, bahkan dengan pengobatan melalui
kemoterapi dengan dosis penuhpun mungkin tidak akan menolong Ethan,” kata Dr.
Rhodes. “Karena alasan itulah kami menghormati keputusan keluarga itu.”
Setelah
beberapa hari di rumah, bayi Ethan mengeluarkan bintik-bintik, yang sangat umum
bagi para bayi yang terkena infeksi. Oleh karena itu mereka membawa kembali
Ethan ke RS. Itulah saatnya ketika tumor mulai menampakkan diri. “Kami
mendapati ada tonjolan di betisnya,” kata Mandy. “Kami memanggil dokter, dan
mereka memberitahu bahwa itu mungkin gumpalan darah atau tumpukan sel leukemia,
yang disebut ‘chloroma’.” Tumor-tumor lain mulai muncul di bagian tubuh Ethan
yang lain, seperti kaki, tangan, dan lengannya.
“Leukemia
itu sendiri artinya kanker darah, suatu penyakit darah,” jelas Dr. Rhodes.
“Tetapi jenis leukemia AML ini dapat
menyebar ke dalam jaringan kulit. Itulah yang kami percaya sedang dialami oleh
Ethan. Ia sesungguhnya terkena leukemia di dalam kulitnya, di tangan dan
kakinya, selain di dalam liver dan limfanya. Jadi, tubuh Ethan menunjukkan
bahwa penyakitnya sudah mencapai stadium lanjut.”
Saat
itu Ethan sudah berumur tiga minggu, dan kondisi kesehatannya sangat menurun.
Ia tidak mau makan dan mulai mengalami gangguan tidur. “Sang perawat
memberitahu saya bahwa Ethan mungkin akan mengalami apa yang disebut ‘sepsis’, yaitu infeksi di seluruh tubuh,
yang bisa berakibat kematian dalam damai atau pendarahan hebat,” demikian
kenang Mandy. “Saya mungkin akan melihat darah di dalam popoknya atau mungkin
keluar darah dari telinganya. Bahkan saya begitu takut membuka popok untuk
menggantikannya.
Setiap
perawat datang, Chad dan Mandy merasa mereka sudah ada di titik akhir dan para
sahabat terus berdoa, sambil memercayai Allah untuk melakukan hal-hal yang
mustahil. Saya ingat pada suatu saat saya menimangnya sambil bernyanyi, ‘Open
the eyes of my heart, Lord. I want to see You’,” kata Mandy. “Saya tahu bahwa
sekiranya saja saya memfokuskan pikiran saya kepada Kristus, maka itulah
satu-satunya cara untuk melewati semua ini.”
Pada
malam ketika Ethan menghadapi krisis kesehatannya, terjadilah sesuatu. “Larut
malam itu Mandy mulai memberi Ethan makan, dan Ethan mulai menyedot botol
minumannya sedikit demi sedikit,” tutur Chad. Keesokan harinya, Ethan sedikit
lebih kuat... Tetapi apakah ini hanya merupakan pemulihan sebelum kematian?
Mandy
berkata, “Saya ingat saya sedang duduk di meja dapur dan berkata, ‘Saya percaya
Allah sedang menyembuhkan Ethan. Saya dapat melihat Allah sedang bekerja.’
Kemudian Ethan mulai menjadi semakin baik secara bertahap. Dan selama minggu
berikutnya, kami memberi minum susu enam ons setiap tiga jam.” Selama dua
minggu berikutnya, Ethan semakin pulih! Dan ketika Mandy membawa Ethan kembali
ke RS Vanderbilt untuk memeriksakan darah Ethan, kadar trombositnya sudah
mencapai 415,000, yaitu ada dalam batas normal, padahal sebelumnya pernah
mencapai titik terendah 39,000.”
Hal
ini membingungkan Dr. Rhodes dan para dokter sejawatnya. “Semula Ethan sangat
parah sakitnya dan kemudian dengan tiba-tiba ia menjadi semakin sehat. Jadi,
kami ingin memeriksa lebih lanjut. Kami melakukan test sumsum tulang, yang
menunjukkan tiadanya bekas leukemia. Tumor-tumor itu secara bertahap menghilang
dalam hitungan seminggu atau lebih. Hal ini sungguh sesuatu yang luar biasa
untuk disaksikan.”
Chad
dan Mandy tahu bahwa mereka telah menyaksikan suatu mukjizat ketika mereka
melakukan biopsi ulang terhadap sumsum tulang di bulan Juli dengan hasil sama
yang memuaskan. Hari ini Ethan Stacy sudah berusia dua tahun, yang suka
bermain-main dengan ayah dan kakak perempuannya, Kaylee. Tak diragukan lagi bahwa
keluarga Stacy sangat bersyukur kepada Tuhan. “Doa-doa dari para sahabat dan
anggota jemaat itu sangat berarti bagi kami,” tutur Chad. Mandy turut
mengiakan. “Sungguh mengagumkan punya Allah yang dahsyat seperti itu...Saya tak
habis mengerti akan mukjizat demi mukjizat itu. Saya tak sabar melihat apa
yang Allah sediakan bagi Ethan
selanjutnya karena saya tahu bahwa ada sesuatu yang hebat telah disediakan
baginya.”
Diposting oleh Hadi Kristadi untuk PENTAS KESAKSIAN http://pentas-kesaksian.blogspot.com
------
Notes:
Terima kasih banyak atas pemesanan buku "Mukjizat Kehidupan" oleh Ibu Enny di Jakarta dan Ibu Renata di Cimahi. God bless you...