Search This Blog

Tuesday, December 30, 2008

Farther than the Eyes Can See: An Amazing Story of Erik Weihenmayer

LEBIH JAUH DARI PADA YANG DAPAT DILIHAT MATA
Meskipun orang-orang mengatakan bahwa ia tidak akan pernah mampu melakukan hal-hal seperti yang dilakukan oleh orang-orang lain, Erik Weihenmayer tidak memercayai vonis itu dan menolak hidup dengan keterbatasan-keterbatasan. Setelah bertarung dengan kebutaannya selama bertahun-tahun, Erik belajar untuk menerima hal itu dan membuatnya sebagai bagian dari kehidupannya. Ia berjuang untuk mengubah masalah menjadi berkat.

Pertama-tama ia bergabung dengan regu gulat di SMU, pernah menjadi kapten dan juara gulat kedua di negara bagiannya. Berikutnya Weihenmayer mengambil tantangan mendaki gunung, sebuah hobi yang cukup sulit bagi orang-orang yang penglihatannya sempurna.

Pada tanggal 25 Mei 2001, Erik Weihenmayer menjadi satu-satunya orang tunanetra dalam sejarah yang dapat mencapai puncak gunung tertinggi di dunia – Puncak Everest. Pada tanggal 20 Agustus 2008, ketika ia berdiri di puncak gunung Carstenz Pyramid di Papua, puncak gunung tertinggi di belahan Austral-Asia, Weihenmayer menyelesaikan perjuangannya mendaki tujuh puncak gunung tertinggi di tujuh benua. Erik hanya diikuti oleh kurang dari 100 orang pendaki yang berhasil mencapai prestasi hebat ini. Tambahan pula, ia telah mendaki El Capitan, gunung batu monolit granit yang curam setinggi 3300 kaki di Yosemite, dan juga Lhosar, tebing air terjun dengan bekuan es setinggi 3000 kaki di daerah Himalaya, dan tebing batu curam yang paling sulit dan jarang didaki setinggi 17.000 kaki di Kenya.

Dalam bulan September 2003, Erik bergabung dengan 320 bintang atlit dari 17 negara untuk berlomba di Primal Quest, petualangan dalam berbagai jenis olahraga yang paling keras: 457 mil melalui Sierra Nevada, sembilan hari, 60.000 kaki di antaranya melewati daerah pegunungan, dan tidak ada waktu jeda. Dengan tidur hanya rata-rata dua jam perhari, Erik dan timnya menerobos masuk garis finis di Danau Tahoe, yang menjadi salah satu dari 42 tim yang mencapai garis finish dari 80 tim yang mengikuti start.

Setelah mencapai puncak Everest, sekolah "Braille Without Borders" bagi para tunanetra di Tibet mengundangnya untuk mengajar para murid untuk mendaki gunung dan tebing. Pengalamannya dalam banyak pendakian mendorong semangat para murid tunanetra itu untuk mencapai keunggulan di bidang yang jarang dimanfaatkan oleh para tunanetra. Erik dan enam orang anggota tim Everest-nya pergi ke Tibet di bulan Mei 2004 untuk melatih para murid di sekolah itu, kemudian di bulan Oktober di tahun yang sama mengajak dan memimpin mereka untuk mendaki Rombuk Glacier di bagian utara Puncak Everest. Meskipun mereka tadinya termasuk orang Paria, para remaja tunanetra itu akhirnya berdiri bersama di ketinggian 21.500 kaki, lebih tinggi dari tim tunanetra manapun dalam sejarah. Steven Haft, produser film Dead Poet’s Society dan film berkelas lainnya, mengabadikan pendakian para tunanetra itu dalam film dokumenter dan mengundang tepuk tangan kehormatan (standing ovation) dalam berbagai festival film di Toronto, LA dan London. Film itu telah diputar di bioskop pada tahun 2007 yang lalu.

Sebagai mantan guru SMU dan pelatih gulat, Erik merupakan salah satu atlet paling menakjubkan dan terkenal di dunia. Meskipun ia kehilangan penglihatannya di usia 13, Erik telah menjadi pendaki gunung, pemain paraglider, dan pemain ski, yang tidak pernah membiarkan kebutaannya menghalangi semangatnya untuk mencapai kehidupan yang luar biasa dan memuaskan. Prestasi pendakian gunung Erik telah menganugerahinya dengan penghargaan ESPY, penghargaan dari Majalah Time bagi seorang atlit terbaik di tahun 2001. Selain itu ia mendapatkan kehormatan ketika namanya diabadikan di "National Wrestling Hall of Fame", dan mendapatkan penghargaan ARETE untuk prestasi atlit luar biasa di tahun itu, juga meraih penghargaan "Helen Keller Lifetime Achievement", dan penghargaan Casey Martin dari Nike, dan penghargaan "Freedom Foundation’s Free Spirit". Ia juga diberi kehormatan untuk membawa obor Olimpiade musim panas dan musim dingin.

Selain menjadi atlit kelas dunia, Erik juga menjadi penulis buku “Touch the Top of the World”, yang diedarkan di sepuluh negara dalam enam bahasa. Menurut Publisher’s Weekly, buku kenangan Erik itu sangat menyentuh hati dan penuh petualangan yang luar biasa dan Erik mengisahkan kisah luar biasa itu dengan penuh humor, kejujuran dan rincian yang hidup, sehingga buku itu sangat memberi inspirasi dan dorongan semangat dan kekuatan. Buku itu difilmkan dan ditayangkan di bulan Juni 2006.

Buku Erik yang kedua, “The Adversity Advantage: Turning Everyday Struggles Into Everyday Greatness” yang ditulis bersama penulis laris dan guru di bidang bisnis, Dr. Paul Stoltz, telah diedarkan di bulan Januari 2007 dan diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh Penerbit Gramedia. Melalui keahlian Paul di bidang ilmu Pengetahuan dan pengalaman Erik, buku itu membagikan tujuh “puncak” bagi peningkatan daya tahan menghadapi kesulitan dan membalikkan kesulitan menjadi bahan bakar yang tak pernah habis untuk bertumbuh dan mencapai inovasi. Steven Covey, penulis buku terkenal, menulis Kata Pengantar di buku tersebut. Kisah Erik juga ditulis dalam majalah Time, Forbes, dan Reader’s Digest.

Film Erik yang mendapatkan penghargaan, “Farther Than the Eyes Can See”, diberi peringkat “Duapuluh Paling Top”/Top Twenty dalam jajaran film petualangan sepanjang masa oleh Men’s Journal. Dengan meraih hadiah pertama di antara 19 film dan dinominasikan untuk mendapatkan penghargaan Emmy, film itu dengan indah menangkap perasaan, humor, dan drama dalam kisah pendakian Erik yang bersejarah, selain meraih tiga gelar serba pertama oleh timnya: tim pertama yang terdiri dari ayah anak yang sampai di puncak tertinggi, orang paling tua pertama yang sampai di puncak tertinggi, dan tim pertama dengan anggota paling banyak yang sampai di puncak tertinggi. Melalui film ini telah terkumpul dan dibagikan dana sebanyak $ 600.000,- bagi organisasi-organisasi sosial.

Prestasi Erik yang sangat luar biasa telah membuatnya diundang dalam acara-acara TV NBC Today’s Show dan Nightly News, Oprah, Good Morning America, Nightline, dan Tonight Show, untuk menyebutkan beberapa di antaranya. Wajahnya juga telah menghiasi halaman sampul depan di majalah Time, Outside, dan Climbing Magazine.

Pada tahun 1999 Erik bergabung dengan Mark Wellman – orang lumpuh pertama yang mendaki gunung El Capitan setinggi 3000 kaki, dan bersama Hugh Herr, seorang cacat yang kedua kakinya diamputasi dan merupakan seorang ilmuwan di Harvard Prosthetics Laboratory, mendaki tebing setinggi 800 kaki di Moab, Utah. Sebagai akibat keberhasilan mereka bersama, ketiganya membentuk organisasi nirlaba “No Barrier” yang bertujuan mempromosikan gagasan-gagasan dan pendekatan inovatif, serta teknologi yang membantu orang-orang cacat untuk mencapai kehidupan yang luar biasa dengan menyingkirkan segala penghalang dan batas dari kehidupan mereka. Erik juga melayani di National Braille Literacy Champion atas nama American Foundation for the Blind.

Karier Erik sebagai pembicara motivasi telah membawanya keliling dunia, mulai dari Hongkong ke Swiss, dari Thailand sampai pertemuan puncak APEC di Chille, selain di seluruh Amerika Serikat. Ia berbicara kepada banyak orang tentang bagaimana meningkatkan daya juang melawan kesulitan (Adversity Quotient), pentingnya tim yang saling terjalin erat, dan bagaimana menghadapi kesulitan sehari-hari untuk mengejar impian anda. Semua pencapaian dan prestasi Erik membuktikan kepada kita semua bahwa orang tidak perlu punya penglihatan yang sempurna untuk mendapatkan visi yang luar biasa.

“Kebutaan tidak akan mencegah saya untuk bersenang-senang,” kata Erik penuh keyakinan. Ia menghadapi “kemalangannya”, yakni kebutaannya, dan mengubahnya untuk menjadi kekuatan dengan memanfaatkan panca indera yang lain untuk menjadi lebih peka. Ia telah berhasil mengatasi kesulitan-kesulitan dan tantangan-tantangan yang hanya bisa dilakukan oleh sedikit orang saja. (Sumber: Website Erik Weihenmayer dan Tabloid Keluarga edisi 40/Desember 2008, diterjemahkan oleh Hadi Kristadi untuk http://pentas-kesaksian.blogspot.com - mohon keterangan ini jangan dihilangkan ketika anda memforward/memposting di website/blog anda - terima kasih banyak)

*******


On May 25, 2001, Erik Weihenmayer became the onlyblind man in history to reach the summit of the world's highest peak - Mount Everest. On August 20, 2008, when he stood on top of Carstenz Pyramid, the tallest peak in Austral-Asia, Weihenmayer completed his quest to climb the Seven Summits- the highest mountains on each of the seven continents. Erik is joined by fewer than 100mountaineers who have accomplished this feat. Additionally, he has scaled El Capitan, a 3300-foot overhanging granite monolith in Yosemite; Lhosar, a 3000-foot ice waterfalling the Himalayas; and a difficult and rarely climbed rock face on 17,000-foot Mt. Kenya.

In September, 2003, Erik joined 320 stellar athletes from 17 countries to compete in the Primal Quest, the richest and toughest multi-sport adventure race in the world: 457 miles through the Sierra Nevada's, nine days, sixty thousand feet of elevation gain, and no time-outs. Averaging only two hours of sleep a night, Erik and his team surged past the finish line on Lake Tahoe, becoming one of the 42 teams to cross the finish line out of the 80 teams that began.

After Erik's Mt. Everest ascent, Braille Without Borders, a school for the blind in Tibet, invited him to teach its students mountaineering and rock climbing. His many climbs gave the teenagers the courage to excel in a culture which affords few opportunities for the blind. Erik and six Everest team members went to Tibet in May 2004 to train the students, then in October led them on a climb to the Rombuk Glacier on the north side of Mt. Everest. Once seen as pariahs, the teenagers ultimately stood together at 21,500-feet., higher than any team of blind people in history. Steven Haft, producer of such blockbusters as Dead Poets' Society, made a documentary on the ascent which opened to standing ovations at the Toronto, L.A., and London Film Festivals. The film will be released theatrically in spring of 2007.

A former middle school teacher and wrestling coach, Erik is one of the most exciting and well-known athletes in the world. Despite losing his vision at the age of 13, Erik has become an accomplished mountain climber, paraglider, and skier, who has never let his blindness interfere with his passion for an exhilarating and fulfilling life. Erik's feats have earned him an ESPY award, recognition by Time Magazine for one of the greatest sporting achievements of 2001, induction into the National Wrestling Hall of Fame, an ARETE Award for the superlative athletic performance of the year, the Helen Keller Lifetime Achievement award, Nike's Casey Martin Award, and the Freedom Foundation's Free Spirit Award. He has also carried the Olympic Torch for both the Summer and Winter Games.

In addition to being a world-class athlete, Erik is also the author of the book, Touch the Top of the World, published in ten countries and six languages. According to Publisher's Weekly, Erik's memoir is "moving and adventure packed, Weihenmayer tells his extraordinary story with humor, honesty and vivid detail, and his fortitude and enthusiasm are deeply inspiring." The book was made into a feature film which aired on A&E in June, 2006.
Erik's second book, The Adversity Advantage: Turning Everyday Struggles Into Everyday Greatness, co-authored with business guru and best selling author, Dr. Paul Stoltz, was released by Simon and Schuster in January, 2007. Through Paul's science and Erik's experience, The book shares seven "summits" for harnessing the power of adversity and turning it into the never-ending fuel to growth and innovation. Steven Covey, author of the best selling business book of all time, wrote the Foreword. Erik has also been published in Time, Forbes, and Reader's Digest.

Erik's award winning film, Farther Than the Eye Can See, shot in the same stunning quality HDTV format as the 'Star Wars' prequels, was ranked in the top twenty adventure films of all time by Men's Journal. Bringing home first prize at 19 film festivals and nominated for two Emmy's, the film beautifully captures the emotion, humor and drama of Erik's historic ascent as well as his team's three other remarkable 'firsts': the first American father/son team to summit, the oldest man to summit, and the most people from one team to reach the top of Everest in a single day. Through screenings, the film has raised over $600,000 for charitable organizations.

Erik's extraordinary accomplishments have gained him abundant press coverage including repeated visits to NBC's Today Show and Nightly News, Oprah, Good Morning America, Nightline, and the Tonight Show to name a few. He has also been featured on the cover of Time, Outside, and Climbing Magazine.

In 1999, Erik joined Mark Wellman - the first paraplegic to climb the 3000-foot face of El Capitan, and Hugh Herr - a double-leg-amputee and scientist at Harvard's prestigious prosthetics Laboratory, to climb an 800-foot rock tower in Moab, Utah. As a result of their successful climb together, the three formed No Barriers, a non-profit organization with a goal of promoting innovative ideas, approaches, and assistive technologies which help people with disabilities push through their own personal barriers to live full and active lives. Erik also serves as a National Braille Literacy Champion on behalf of the American Foundation for the Blind.

Erik's speaking career has taken him around the world, from Hong Kong to Switzerland, from Thailand to the 2005 APEC Summit in Chile. He speaks to audiences on harnessing the power of adversity, the importance of a "rope team," and the daily struggle to pursue your dreams. Clearly, Erik's accomplishments show that one does not have to have perfect eyesight to have extraordinary vision.

Diposting oleh Hadi Kristadi untuk PENTAS KESAKSIAN
http://pentas-kesaksian.blogspot.com

Kesaksian Pembaca Buku "Mukjizat Kehidupan"

Pada tanggal 28 Oktober 2009 datang SMS dari seorang Ibu di NTT, bunyinya:
"Terpujilah Tuhan karena buku "Mukjizat Kehidupan", saya belajar untuk bisa mengampuni, sabar, dan punya waktu di hadirat Tuhan, dan akhirnya Rumah Tangga saya dipulihkan, suami saya sudah mau berdoa. Buku ini telah jadi berkat buat teman-teman di Pasir Panjang, Kupang, NTT. Kami belajar mengasihi, mengampuni, dan selalu punya waktu berdoa."

Hall of Fame - Daftar Pembaca Yang Diberkati Buku Mukjizat Kehidupan

  • A. Rudy Hartono Kurniawan - Juara All England 8 x dan Asian Hero
  • B. Pdt. DR. Ir. Niko Njotorahardjo
  • C. Pdt. Ir. Djohan Handojo
  • D. Jeffry S. Tjandra - Worshipper
  • E. Pdt. Petrus Agung - Semarang
  • F. Bpk. Irsan
  • G. Ir. Ciputra - Jakarta
  • H. Pdt. Dr. Danny Tumiwa SH
  • I. Erich Unarto S.E - Pendiri dan Pemimpin "Manna Sorgawi"
  • J. Beni Prananto - Pengusaha
  • K. Aryanto Agus Mulyo - Partner Kantor Akuntan
  • L. Ir. Handaka Santosa - CEO Senayan City
  • M. Pdt. Drs. Budi Sastradiputra - Jakarta
  • N. Pdm. Lim Lim - Jakarta
  • O. Lisa Honoris - Kawai Music Shool Jakarta
  • P. Ny. Rachel Sudarmanto - Jakarta
  • Q. Ps. Levi Supit - Jakarta
  • R. Pdt. Samuel Gunawan - Jakarta
  • S. F.A Djaya - Tamara Jaya - By Pass Ngurah Rai - Jimbaran - Bali
  • T. Ps. Kong - City Blessing Church - Jakarta
  • U. dr. Yoyong Kohar - Jakarta
  • V. Haryanto - Gereja Katholik - Jakarta
  • W. Fanny Irwanto - Jakarta
  • X. dr. Sylvia/Yan Cen - Jakarta
  • Y. Ir. Junna - Jakarta
  • Z. Yudi - Raffles Hill - Cibubur
  • ZA. Budi Setiawan - GBI PRJ - Jakarta
  • ZB. Christine - Intercon - Jakarta
  • ZC. Budi Setiawan - CWS Kelapa Gading - Jakarta
  • ZD. Oshin - Menara BTN - Jakarta
  • ZE. Johan Sunarto - Tanah Pasir - Jakarta
  • ZF. Waney - Jl. Kesehatan - Jakarta
  • ZG. Lukas Kacaribu - Jakarta
  • ZH. Oma Lydia Abraham - Jakarta
  • ZI. Elida Malik - Kuningan Timur - Jakarta
  • ZJ. Luci - Sunter Paradise - Jakarta
  • ZK. Irene - Arlin Indah - Jakarta Timur
  • ZL. Ny. Hendri Suswardani - Depok
  • ZM. Marthin Tertius - Bank Artha Graha - Manado
  • ZN. Titin - PT. Tripolyta - Jakarta
  • ZO. Wiwiek - Menteng - Jakarta
  • ZP. Agatha - PT. STUD - Menara Batavia - Jakarta
  • ZR. Albertus - Gunung Sahari - Jakarta
  • ZS. Febryanti - Metro Permata - Jakarta
  • ZT. Susy - Metro Permata - Jakarta
  • ZU. Justanti - USAID - Makassar
  • ZV. Welian - Tangerang
  • ZW. Dwiyono - Karawaci
  • ZX. Essa Pujowati - Jakarta
  • ZY. Nelly - Pejaten Timur - Jakarta
  • ZZ. C. Nugraheni - Gramedia - Jakarta
  • ZZA. Myke - Wisma Presisi - Jakarta
  • ZZB. Wesley - Simpang Darmo Permai - Surabaya
  • ZZC. Ray Monoarfa - Kemang - Jakarta
  • ZZD. Pdt. Sunaryo Djaya - Bethany - Jakarta
  • ZZE. Max Boham - Sidoarjo - Jatim
  • ZZF. Julia Bing - Semarang
  • ZZG. Rika - Tanjung Karang
  • ZZH. Yusak Prasetyo - Batam
  • ZZI. Evi Anggraini - Jakarta
  • ZZJ. Kodden Manik - Cilegon
  • ZZZZ. ISI NAMA ANDA PADA KOLOM KOMENTAR UNTUK DIMASUKKAN DALAM DAFTAR INI