Search This Blog

Thursday, July 17, 2008

The Son

Catatan: Saya pernah mendapatkan email di bawah ini dulu, namun tidak sebagus yang di dalam bahasa Inggeris seperti terlampir di bawah ini. Oleh karena itu saya terjemahkan naskah ini untuk menjadi berkat bagi kita semua.

Sang Putera
Seorang yang kaya raya dan puteranya suka mengoleksi benda-benda seni yang langka. Mereka telah memiliki segala macam dalam koleksi mereka, dari karya Picasso sampai Raphael. Mereka seringkali duduk bersama dan mengagumi karya-karya seni yang agung.

Ketika perang Vietnam pecah, puteranya pergi berperang. Ia sangat gagah berani dan gugur dalam pertempuran selagi menolong serdadu yang lain. Ayahnya diberi tahu dan menjadi sangat berduka karena kematian puteranya.

Sekitar sebulan kemudian, tepat sebelum hari Natal, ada ketukan di pintu rumah. Seorang anak muda berdiri di depan pintu dengan paket besar di tangannya. Ia berkata, “Pak, anda mungkin tidak mengenal saya, tetapi sayalah serdadu terakhir yang ditolong putera bapak sehingga ia kehilangan nyawanya. Ia menolong banyak jiwa pada hari itu, dan ia menggendong saya ke tempat yang aman saat sebutir peluru menembus tubuhnya dan mengenai jantungnya sehingga ia meninggal segera. Ia sering bercerita tentang Bapak, dan kecintaan Bapak terhadap barang-barang seni.”

Anak muda itu menyodorkan bawaannya. “Saya tahu benda ini tidak mahal. Saya bukanlah seorang seniman besar, namun saya pikir putera Bapak akan meminta Bapak untuk menyimpannya.”

Sang ayah membuka bungkusan itu. Di dalamnya terdapat sebuah lukisan puteranya, yang dilukis oleh anak muda itu. Ia memandangi lukisan itu dengan kekaguman atas ketepatan anak muda di depannya menggambarkan kepribadian puteranya dalam lukisan itu. Sang ayah begitu terpaku melihat mata puteranya sehingga matanya berkaca-kaca penuh airmata. Ia berterima kasih kepada anak muda itu dan menawarkan diri untuk membayar lukisan puteranya.

“Oh, jangan, Pak! Saya tidak akan pernah dapat membayar kembali apa yang telah diperbuat putera Bapak terhadap saya. Lukisan ini adalah hadiah dari saya untuk Bapak.”

Sang ayah menggantungkan lukisan itu di atas gantungan jasnya. Setiap tamu yang datang ke rumahnya akan diajak melihat lukisan puteranya sebelum ia menunjukkan kepada mereka karya-karya seni hebat yang ia telah koleksi. Bapak itu meninggal beberapa bulan kemudian. Karya-karya seninya akan dilelang. Banyak orang-orang kaya dan orang-orang berpengaruh berkumpul, terkagum-kagum melihat lukisan-lukisan agung itu dan mereka semua berharap untuk mendapatkan kesempatan membeli satu untuk koleksi mereka.

Di atas mimbar ditampilkan lukisan anak pemilik benda-benda seni itu. Jurulelang mengetukkan palunya. “Kita akan memulai lelang ini dengan lukisan sang putera. Siapa yang ingin memberi tawaran bagi lukisan ini?” Ada kesenyapan di sana. Kemudian suatu suara terdengar dari bagian belakang ruangan itu, “Kami ingin melihat lukisan-lukisan terkenal. Lewatkan saja yang satu ini.” Namun sang jurulelang tetap ngotot dengan lukisan pertama itu. “Adakah seseorang yang ingin menawar lukisan ini? Siapa yang ingin memulai? $100, $200?” Suara lain terdengar berteriak dengan marah, “Kami ke sini bukan untuk melihat lukisan ini. Kami datang untuk melihat hasil karya Van Goghs, Rembrandts. Ayo teruskan saja dengan lelang utamanya!” Namun sang jurulelang masih ngotot untuk bertahan dengan lukisan sang putera. “Sang putera! Sang putera! Siapa yang mau mengambil sang putera?”

Akhirnya, suatu suara datang dari bagian paling belakang di ruangan itu. Itulah suara tukang kebun yang sudah lama bekerja bagi pemilik dan puteranya. “Saya akan memberikan $10 untuk lukisan itu.” Karena ia orang miskin, jumlah itulah yang dapat ia berikan. “Kita telah mendapatkan tawaran $10, siapa yang akan menawar $20?” “Berikan saja kepadanya dengan $10, lalu kita urus lukisan-lukisan dari para maestro.” Jurulelang menegaskan, “$10 adalah nilai lelang ini, tidak adakah orang lain yang mau menawar $20?”

Kerumunan orang-orang itu mulai menjadi marah. Mereka tidak inginkan lukisan sang putera. Mereka ingin investasi yang lebih berharga bagi koleksi mereka. Jurulelang itu mengetukkan kembali palunya. “Satu, dua, ya TERJUAL dengan harga $10!” Seorang pria yang duduk di baris kedua berteriak, “Sekarang kita teruskan dengan koleksi berharganya.”

Jurulelang itu meletakkan palunya.

“Maafkan saya, lelang ini sudah berakhir. Ketika saya diminta untuk mengadakan lelang ini, saya diberitahu tentang ketentuan rahasia yang ada di dalam surat wasiat pemilik benda-benda seni ini. Saya tidak diizinkan mengungkapkan ketentuan apapun sampai saat ini. Hanya lukisan sang putera yang akan dilelang. Siapapun yang membeli lukisan itu akan memiliki seluruh bangunan ini, termasuk lukisan-lukisannya. Pria yang telah membeli lukisan sang putera akan memiliki semua ini.”

Bapa telah memberikan putera-Nya 2000 tahun yang lalu untuk mati dengan cara yang sangat mengerikan di atas kayu salib. Sama seperti jurulelang itu, pesan-Nya hari ini, “Sang Putera, sang Putera, siapa yang mau menerima sang Putera?” (Diterjemahkan oleh Hadi Kristadi untuk http://pentas-kesaksian.blogspot.com - mohon agar bagian ini jangan dihapus/didelete ketika anda memforwardnya - Terima kasih)


****

The Son
Author Unknown


A wealthy man and his son loved to collect rare works of art. They had everything in their collection, from Picasso to Raphael. They would often sit together and admire the great works of art.

When the Vietnam conflict broke out, the son went to war. He was very courageous and died in battle while rescuing another soldier. The father was notified and grieved deeply for his only son.

About a month later, just before Christmas, there was a knock at the door. A young man stood at the door with a large package in his hands. He said, "Sir, you don't know me, but I am the soldier for whom your son gave his life. He saved many lives that day, and he was carrying me to safety when a bullet struck him in the heart and he died instantly. He often talked about you, and your love for art."

The young man held out his package.

"I know this isn't much. I'm not really a great artist, but I think your son would have wanted you to have this."

The father opened the package. It was a portrait of his son, painted by the young man. He stared in awe at the way the soldier had captured the personality of his son in the painting. The father was so drawn to the eyes that his own eyes welled up with tears. He thanked the young man and offered to pay him for the portrait.

"Oh, no sir, I could never repay what your son did for me. It's a gift."

The father hung the portrait over his mantle. Every time visitors came to his home he took them to see the portrait of his son before he showed them any of the other great works he had collected. The man died a few months later. There was to be a great auction of his paintings. Many influential people gathered, excited over seeing the great paintings and having an opportunity to purchase one for their collection. On the platform sat the painting of the son.

The auctioneer pounded his gavel. "We will start the bidding with this portrait of the son. Who will bid for this painting?" There was silence. Then a voice in the back of the room shouted. "We want to see the famous paintings. Skip this one." But the auctioneer persisted. "Will someone bid for this painting? Who will start the bidding? $100, $200?" Another voice shouted angrily. "We didn't come to see this painting. We came to see the Van Goghs, the Rembrandts. Get on with the real bids!" But still the auctioneer continued. "The son! The son! Who'll take the son?"

Finally, a voice came from the very back of the room. It was the long-time gardener of the man and his son. "I'll give $10 for the painting." Being a poor man, it was all he could afford. "We have $10, who will bid $20?" "Give it to him for $10. Let's see the masters." "$10 is the bid, won't someone bid $20?"

The crowd was becoming angry. They didn't want the painting of the son. They wanted the more worthy investments for their collections. The auctioneer pounded the gavel. "Going once, twice, SOLD for $10!" A man sitting on the second row shouted. "Now let's get on with the collection!"

The auctioneer laid down his gavel.

"I'm sorry, the auction is over. When I was called to conduct this auction, I was told of a secret stipulation in the will. I was not allowed to reveal that stipulation until this time. Only the painting of the son would be auctioned. Whoever bought that painting would inherit the entire estate, including the paintings. The man who took the son gets everything!"

God gave his son 2,000 years ago to die on a cruel cross. Much like the auctioneer, His message today is, "The son, the son, who'll take the son?"

Diposting oleh Hadi Kristadi untuk PENTAS KESAKSIAN
http://pentas-kesaksian.blogspot.com

Kesaksian Pembaca Buku "Mukjizat Kehidupan"

Pada tanggal 28 Oktober 2009 datang SMS dari seorang Ibu di NTT, bunyinya:
"Terpujilah Tuhan karena buku "Mukjizat Kehidupan", saya belajar untuk bisa mengampuni, sabar, dan punya waktu di hadirat Tuhan, dan akhirnya Rumah Tangga saya dipulihkan, suami saya sudah mau berdoa. Buku ini telah jadi berkat buat teman-teman di Pasir Panjang, Kupang, NTT. Kami belajar mengasihi, mengampuni, dan selalu punya waktu berdoa."

Hall of Fame - Daftar Pembaca Yang Diberkati Buku Mukjizat Kehidupan

  • A. Rudy Hartono Kurniawan - Juara All England 8 x dan Asian Hero
  • B. Pdt. DR. Ir. Niko Njotorahardjo
  • C. Pdt. Ir. Djohan Handojo
  • D. Jeffry S. Tjandra - Worshipper
  • E. Pdt. Petrus Agung - Semarang
  • F. Bpk. Irsan
  • G. Ir. Ciputra - Jakarta
  • H. Pdt. Dr. Danny Tumiwa SH
  • I. Erich Unarto S.E - Pendiri dan Pemimpin "Manna Sorgawi"
  • J. Beni Prananto - Pengusaha
  • K. Aryanto Agus Mulyo - Partner Kantor Akuntan
  • L. Ir. Handaka Santosa - CEO Senayan City
  • M. Pdt. Drs. Budi Sastradiputra - Jakarta
  • N. Pdm. Lim Lim - Jakarta
  • O. Lisa Honoris - Kawai Music Shool Jakarta
  • P. Ny. Rachel Sudarmanto - Jakarta
  • Q. Ps. Levi Supit - Jakarta
  • R. Pdt. Samuel Gunawan - Jakarta
  • S. F.A Djaya - Tamara Jaya - By Pass Ngurah Rai - Jimbaran - Bali
  • T. Ps. Kong - City Blessing Church - Jakarta
  • U. dr. Yoyong Kohar - Jakarta
  • V. Haryanto - Gereja Katholik - Jakarta
  • W. Fanny Irwanto - Jakarta
  • X. dr. Sylvia/Yan Cen - Jakarta
  • Y. Ir. Junna - Jakarta
  • Z. Yudi - Raffles Hill - Cibubur
  • ZA. Budi Setiawan - GBI PRJ - Jakarta
  • ZB. Christine - Intercon - Jakarta
  • ZC. Budi Setiawan - CWS Kelapa Gading - Jakarta
  • ZD. Oshin - Menara BTN - Jakarta
  • ZE. Johan Sunarto - Tanah Pasir - Jakarta
  • ZF. Waney - Jl. Kesehatan - Jakarta
  • ZG. Lukas Kacaribu - Jakarta
  • ZH. Oma Lydia Abraham - Jakarta
  • ZI. Elida Malik - Kuningan Timur - Jakarta
  • ZJ. Luci - Sunter Paradise - Jakarta
  • ZK. Irene - Arlin Indah - Jakarta Timur
  • ZL. Ny. Hendri Suswardani - Depok
  • ZM. Marthin Tertius - Bank Artha Graha - Manado
  • ZN. Titin - PT. Tripolyta - Jakarta
  • ZO. Wiwiek - Menteng - Jakarta
  • ZP. Agatha - PT. STUD - Menara Batavia - Jakarta
  • ZR. Albertus - Gunung Sahari - Jakarta
  • ZS. Febryanti - Metro Permata - Jakarta
  • ZT. Susy - Metro Permata - Jakarta
  • ZU. Justanti - USAID - Makassar
  • ZV. Welian - Tangerang
  • ZW. Dwiyono - Karawaci
  • ZX. Essa Pujowati - Jakarta
  • ZY. Nelly - Pejaten Timur - Jakarta
  • ZZ. C. Nugraheni - Gramedia - Jakarta
  • ZZA. Myke - Wisma Presisi - Jakarta
  • ZZB. Wesley - Simpang Darmo Permai - Surabaya
  • ZZC. Ray Monoarfa - Kemang - Jakarta
  • ZZD. Pdt. Sunaryo Djaya - Bethany - Jakarta
  • ZZE. Max Boham - Sidoarjo - Jatim
  • ZZF. Julia Bing - Semarang
  • ZZG. Rika - Tanjung Karang
  • ZZH. Yusak Prasetyo - Batam
  • ZZI. Evi Anggraini - Jakarta
  • ZZJ. Kodden Manik - Cilegon
  • ZZZZ. ISI NAMA ANDA PADA KOLOM KOMENTAR UNTUK DIMASUKKAN DALAM DAFTAR INI