Search This Blog

Monday, May 28, 2007

The Testimony of Rev. Pramono Limanto

Hari Minggu kemarin saya mendengar kesaksian Pdt. Pramono Limanto. Tahun 2001 yang lalu dia mencari-cari tempat tinggal di Jakarta, diutus suatu gereja di Surabaya yang di bawah penggembalaan Bapak Jusuf B.S. Setelah mencari-cari tempat yang cocok di Jakarta, Bekasi, Cibubur, Bogor, koq tak ada tempat yang terasa sreg? Terakhir, Pdt. Pramono diajak temannya melihat-lihat daerah Serpong.

Memasuki daerah Serpong, hati hamba Tuhan ini merasa kerasan. Mereka mendatangi agen properti dan mencari rumah-rumah yang disewakan. Ada satu rumah yang menarik perhatian Pdt. Pram, sebuah rumah cukup besar, 10 x 25 m, berlantai 2, di pinggir jalan besar. Ketika mereka melihat rumah itu, sayangnya pemilik rumah sedang tidak ada, sehingga mereka tidak dapat masuk dan melihat-lihat bagian dalamnya. Namun di hati Pdt. Pram, rumah ini terasa cocok. Agen itu menawarkan harga sewa Rp. 13 juta per tahun dan minimum harus disewa 2 tahun.

Setelah melihat rumah yang dirasa cocok ini, Pdt. Pram kembali lagi ke Surabaya, membicarakan hal itu dengan Bapak Pdt. Jusuf B.S. Gereja setuju untuk membiayai uang sewa selama 2 tahun, sebesar Rp. 20 juta, atau Rp. 10 juta per tahun, ditambah biaya penghidupan.

Satu minggu kemudian, Pdt. Pram kembali mendatangi rumah yang akan disewa itu di Serpong. Kali ini ia berhasil ketemu dengan pemilik rumah.
“Tahu dari mana, pak, bahwa rumah ini mau disewakan?” tanya ibu pemilik rumah.
“Bu, minggu lalu saya diantar oleh agen properti anu.”
“Oh, begitu. Beberapa hari yang lalu kontrak dengan agen properti itu sudah habis, jadi bapak bisa berhubungan langsung dengan saya. Berapa harga sewa yang ditawarkan agen properti itu, pak?”
“Tiga belas juta per tahun, bu!”
“Saya akan bekerja di Jepang dua tahun, rumah ini tidak ada yang menempati. Apakah bapak cocok tinggal di rumah ini?”
“Kelihatannya begitu, bu!”
“Begini saja. Uang sewanya saya kasih Rp. 10 juta per tahun, tapi jangan ditawar lagi ya?”

Mendengar penawaran sang ibu pemilik rumah tersebut, Pdt. Pram langsung bilang di hatinya : Deal! Rumah itu kelihatan bagus, baru direnovasi, lengkap dengan perabotan, bahkan termasuk peralatan dan perlengkapan dapur. Pdt. Pram dan keluarganya tinggal masuk membawa pakaian saja. Selebihnya sudah tersedia. Itulah berkat dari Tuhan. Mereka akhirnya sepakat mengikatkan diri dalam perjanjian sewa menyewa selama 2 tahun.

Dalam pelayanannya di Jakarta, Pdt. Pram tidak diutus Tuhan untuk membuka gereja baru, namun pelayanannya aneh dan unik, yaitu membangun generasi baru melalui pelayanan pemuridan. Selama itulah ada banyak orang-orang yang hidupnya dipersiapkan Tuhan melalui pelayanan hamba-Nya, Pdt. Pramono Limanto.

Setelah berlangsung setahun lebih, pada bulan Oktober 2002, Pdt. Pram berani menyatakan kepada gembala dan gereja yang mengutusnya di Surabaya, bahwa mulai saat itu bantuan keuangan untuk diri dan keluarganya boleh dialihkan kepada hamba-hamba Tuhan lain yang lebih memerlukan.
Gembalanya tanya, “Sudah berapa banyak jemaat yang digembalakan di Jakarta?”
“Ah, cuma beberapa orang murid saja…”
“Tapi, sebenarnya bantuan keuangan ini masih jatahmu, lho!”
“Baiklah, pak Jusuf, saya dengan iman percaya bahwa Bapa di Sorga akan mencukupi kebutuhan kami menurut kekayaan dan kemuliaan dalam Tuhan Yesus Kristus!”
“Amin!” kata gembala seniornya, pak Jusuf.

Mulailah perjalanan iman, mengandalkan keuangan dari Tuhan langsung, dalam pelayanannya di Jakarta. Empat bulan lagi Pdt. Pram harus membayar uang sewa rumah untuk dua tahun ke depan, padahal saat itu belum ada uang di tangan. Pdt. Pram hanya berdoa, dan ketika ia percaya, mukjizat itu nyata.

Pada suatu pagi, jam 5.30, pintu rumahnya diketuk orang. Rupanya seorang tetangga bertamu pagi-pagi itu. Pdt. Pram yang masih mengantuk karena malam sebelumnya melayani konseling via internet, agak kaget menerima tamu sepagi itu.
“Shalom, pak. Ada yang bisa saya bantu?”
“Oh, maaf, pak Pram, mengganggu. Ini ada oleh-oleh untuk anak-anak bapak.”

Pdt. Pram menerima kantong kresek warna hitam dari tangan seorang tetangganya. Ia pikir, isinya donat buat anak-anak.
“Terima kasih, ya pak. Koq merepotkan sih…” demikian basa-basi Pdt. Pram.
“Ya, sama-sama, pak. Mari pak, saya mohon pamit dulu, karena mau langsung berangkat ke kantor.” Memang orang di sekitar Jakarta ini, pergi pagi-pagi, pulang petang.

Ditaruhnya kantong kresek ini di meja makan, lalu Pdt. Pram tidur lagi. Di pagi itu isterinya yang tahu ada tamu yang datang, menanyakan ada apa.
“Oh, ada tetangga kita yang kasih donat!”
“Dimana donatnya?”
“Di meja makan!”
Setelah isterinya mencari-cari di meja makan, tidak ada donat. Yang ada cuma kantong kresek. Dibukannya kantong itu dan . . .
“Pap, donatnya tidak ada. Yang ada, ini…” Isterinya mengangkat dua gepok uang ratusan ribu. Pdt. Pram kaget sekali. Dihitungnya uang itu. Jumlahnya dua puluh juta rupiah! Tetangganya yang tidak terlalu dikenalnya itu memberi dua puluh juta rupiah. Buru-buru ia bangkit dan mencari nomor Handphone tetangganya.
“Shallom, pak!”
“Ya, shallom, juga…”
“Pak, bapak memberi untuk anak-anak... Saya kira donat.”
“Oh, ya, untuk beli donat juga bisa koq.”
“Wah, pak. Saya tidak kira, pak. Saya kaget sekali, karena saya baru memutuskan agar kiriman uang dari gereja pusat bagi saya dihentikan saja. Tidak tahunya Tuhan mengirimkan bantuan lewat bapak…”
“Oh, kalau gitu kurang dong ya, pak!”
“Pak, bukan maksud saya, pemberian bapak kurang, maaf pak. Bukan itu maksud saya. Cuma saya terharu saja, melihat kebaikan Tuhan yang pas waktunya. Terima kasih banyak, pak. Kiranya Tuhan membalaskan kebaikan bapak ini berlipat ganda.”
“Ya, terima kasih.”

Malamnya tetangga itu yang merasa pemberiannya kurang, ternyata memberi lagi enam juta rupiah. Meskipun Pdt. Pramono dengan segala cara hendak menolak pemberian itu, karena merasa tidak enak, sepertinya memanfaatkan orang untuk berbelas kasihan kepadanya, tapi tetangga itu memaksa. Ia baru tahu kemudian, mengapa ia perlu uang Rp. 26 juta.

Segera Pdt. Pram, menghubungi pemilik rumah di Jepang. Via email, ia mendapat jawaban.
“Begini, pak Pram. Kebetulan kerja saya di Jepang diperpanjang dua tahun lagi. Uang sewanya disamakan saja dengan penawaran agen properti itu, Rp. 13 juta per tahun dan jangan ditawar lagi!”
“Ya, setuju deh bu! Bagaimana bayarnya?”
“Nanti kalau saya kebetulan ke Jakarta, transfer ke rekening saya.”
“Baiklah, bu!”

Enam bulan kemudian, setelah keluarga Pdt. Pram menempati rumah itu untuk periode dua tahun berikutnya, pemilik rumah tiba di Jakarta.
“Pak Pram, saya sekarang ada di bandara Soekarno Hatta, mau ke Jogja, tidak sempat mampir ke Serpong. Tapi saya perlu Rp. 5 juta, tolong transfer ya, sisa uang sewa, dipegang bapak dulu saja ya..”

Pdt. Pram mentransfer jumlah uang yang dikehendaki, Rp. 5 juta, padahal uang Rp. 26 juta siap ada di tangannya untuk dibayarkan kepada pemilik rumah itu. Aneh juga, ya?
Beberapa minggu kemudian, ibu pemilik rumah telpon lagi.

“Pak Pram, saya akan pulang ke Jepang, tapi saya perlu beli oleh-oleh. Apakah bisa transfer Rp. 2 juta lagi?”
“Bisa, bu! Tapi sisa Rp. 19 jutanya bagaimana?”
“Pak Pram simpan saja dulu, barangkali buat renovasi nanti-nanti.”

Pdt. Pram baru membayar Rp. 7 juta untuk menempati rumah itu selama dua tahun lagi. Benar-benar ia bersyukur mendapatkan 'land lord' yang murah hati ini, padahal ibu ini bukan orang Kristen.

Dan pada suatu saat ada di dalam hati Pdt. Pram hasrat untuk membeli rumah itu. Ia memiliki rumah di Surabaya seluas 10 x 15 m. Ia tanya kepada ibu pemilik rumah via email lagi.
“Bu, maaf, adakah rencana ibu untuk menjual rumah itu kepada saya? Rasanya saya cocok sekali tinggal di rumah ini!”
“Pak Pram, kayaknya saya juga cocok tinggal di Jepang ini. Dan kalau saya ke Indonesia, saya tidak perlu ke Serpong. Saya hanya mengunjungi saudara-saudara di Jawa. Yah, saya juga berniat menjual rumah di Serpong itu. Tolong ya, pak, carikan informasi dari tetangga dan agen properti, berapa harga pasaran rumah saya itu?”

Pdt. Pram mengadakan survai kecil-kecilan dan mendapatkan informasi yang lengkap tentang harga tanah dan rumah di sekitar situ. Ia mengirimkan data itu kepada ibu pemilik rumah.
“Bapak memang pendeta!”
Di hati Pdt. Pram timbul pertanyaan atas isi email yang pendek itu, “Maksud lu?” Tapi itu tidak ditulis di emailnya, sebaliknya ia menulis, “Berapa bu, harga rumah yang ibu tawarkan?”
“Begini, pak. Saya juga meminta teman-teman mengecek harga. Ternyata angka yang diberikan bapak itu akurat, tidak dikurang-kurangi. Saya salut, bapak memang pendeta yang jujur. Oleh karena itu saya mau jual rumah itu seharga Rp. 410 juta, jangan ditawar lagi, pak!”

Begitulah selalu, penawaran si ibu selalu diembel-embeli, “Jangan ditawar lagi!” Tapi uang dari Tuhan selalu mencukupi sehingga sang Pendeta tidak harus minta diskon. Rumah Pdt. Pram di Surabaya itu laku terjual dengan harga Rp. 400 juta. Ia setuju mengadakan transaksi jual beli rumah itu dengan harga Rp. 410 juta.

Setelah segala urusan jual beli itu selesai, ada satu hal yang masih mengganjal, yaitu sisa uang Rp. 19 juta, uang sewa yang masih harus dibayar itu.

Pdt. Pramono menanyakan hal ini kepada sang ibu penjual rumah.
“Bu, ada satu hal lagi yang belum beres.”
“Apa itu, pak?”
“Kan, uang sewa ibu masih ada di saya Rp. 19 juta.”
“Wah, bapak memang pendeta jujur. Saya anggap, uang sewa Rp. 7 juta yang sudah saya terima itu sudah cukup, pegang saja uang itu untuk bapak!”
Puji Tuhan! Benar-benar kasih karunia Tuhan menyertai kehidupan Pdt. Pramono Limanto ini.
Posted by Hadi Kristadi for http://pentas-kesaksian.blogspot.com

Kesaksian Pembaca Buku "Mukjizat Kehidupan"

Pada tanggal 28 Oktober 2009 datang SMS dari seorang Ibu di NTT, bunyinya:
"Terpujilah Tuhan karena buku "Mukjizat Kehidupan", saya belajar untuk bisa mengampuni, sabar, dan punya waktu di hadirat Tuhan, dan akhirnya Rumah Tangga saya dipulihkan, suami saya sudah mau berdoa. Buku ini telah jadi berkat buat teman-teman di Pasir Panjang, Kupang, NTT. Kami belajar mengasihi, mengampuni, dan selalu punya waktu berdoa."

Hall of Fame - Daftar Pembaca Yang Diberkati Buku Mukjizat Kehidupan

  • A. Rudy Hartono Kurniawan - Juara All England 8 x dan Asian Hero
  • B. Pdt. DR. Ir. Niko Njotorahardjo
  • C. Pdt. Ir. Djohan Handojo
  • D. Jeffry S. Tjandra - Worshipper
  • E. Pdt. Petrus Agung - Semarang
  • F. Bpk. Irsan
  • G. Ir. Ciputra - Jakarta
  • H. Pdt. Dr. Danny Tumiwa SH
  • I. Erich Unarto S.E - Pendiri dan Pemimpin "Manna Sorgawi"
  • J. Beni Prananto - Pengusaha
  • K. Aryanto Agus Mulyo - Partner Kantor Akuntan
  • L. Ir. Handaka Santosa - CEO Senayan City
  • M. Pdt. Drs. Budi Sastradiputra - Jakarta
  • N. Pdm. Lim Lim - Jakarta
  • O. Lisa Honoris - Kawai Music Shool Jakarta
  • P. Ny. Rachel Sudarmanto - Jakarta
  • Q. Ps. Levi Supit - Jakarta
  • R. Pdt. Samuel Gunawan - Jakarta
  • S. F.A Djaya - Tamara Jaya - By Pass Ngurah Rai - Jimbaran - Bali
  • T. Ps. Kong - City Blessing Church - Jakarta
  • U. dr. Yoyong Kohar - Jakarta
  • V. Haryanto - Gereja Katholik - Jakarta
  • W. Fanny Irwanto - Jakarta
  • X. dr. Sylvia/Yan Cen - Jakarta
  • Y. Ir. Junna - Jakarta
  • Z. Yudi - Raffles Hill - Cibubur
  • ZA. Budi Setiawan - GBI PRJ - Jakarta
  • ZB. Christine - Intercon - Jakarta
  • ZC. Budi Setiawan - CWS Kelapa Gading - Jakarta
  • ZD. Oshin - Menara BTN - Jakarta
  • ZE. Johan Sunarto - Tanah Pasir - Jakarta
  • ZF. Waney - Jl. Kesehatan - Jakarta
  • ZG. Lukas Kacaribu - Jakarta
  • ZH. Oma Lydia Abraham - Jakarta
  • ZI. Elida Malik - Kuningan Timur - Jakarta
  • ZJ. Luci - Sunter Paradise - Jakarta
  • ZK. Irene - Arlin Indah - Jakarta Timur
  • ZL. Ny. Hendri Suswardani - Depok
  • ZM. Marthin Tertius - Bank Artha Graha - Manado
  • ZN. Titin - PT. Tripolyta - Jakarta
  • ZO. Wiwiek - Menteng - Jakarta
  • ZP. Agatha - PT. STUD - Menara Batavia - Jakarta
  • ZR. Albertus - Gunung Sahari - Jakarta
  • ZS. Febryanti - Metro Permata - Jakarta
  • ZT. Susy - Metro Permata - Jakarta
  • ZU. Justanti - USAID - Makassar
  • ZV. Welian - Tangerang
  • ZW. Dwiyono - Karawaci
  • ZX. Essa Pujowati - Jakarta
  • ZY. Nelly - Pejaten Timur - Jakarta
  • ZZ. C. Nugraheni - Gramedia - Jakarta
  • ZZA. Myke - Wisma Presisi - Jakarta
  • ZZB. Wesley - Simpang Darmo Permai - Surabaya
  • ZZC. Ray Monoarfa - Kemang - Jakarta
  • ZZD. Pdt. Sunaryo Djaya - Bethany - Jakarta
  • ZZE. Max Boham - Sidoarjo - Jatim
  • ZZF. Julia Bing - Semarang
  • ZZG. Rika - Tanjung Karang
  • ZZH. Yusak Prasetyo - Batam
  • ZZI. Evi Anggraini - Jakarta
  • ZZJ. Kodden Manik - Cilegon
  • ZZZZ. ISI NAMA ANDA PADA KOLOM KOMENTAR UNTUK DIMASUKKAN DALAM DAFTAR INI