Thursday, November 6, 2008

Meaningful Life

Orang memiliki standar yang berbeda untuk mengukur apakah kehidupannya berarti atau tidak. Ada yang menganggap bahwa hidup yang berarti ditandai dengan berlimpahnya harta kekayaan, pencapaian dan keberhasilan dalam mencapai cita-cita atau kebenaran.

Eleanor Chestnut melalui pengalaman hidupnya memberikan definisi lain tentang kehidupan yang berarti. Ayahnya meninggalkannya pada saat ia lahir dan ibunya meninggal dunia ketika ia masih berusia tiga tahun. Tetanggganya yang miskin mengadopsinya dan ia bertumbuh sebagai anak yang kesepian, tidak bahagia dan haus kasih sayang orang tua. Ketika beranjak dewasa, ia mendaftarkan diri di sebuah universitas dan ia belajar ilmu kedokteran. Sementara itu ia bergabung dengan sebuah gereja dan mulai mengembangkan minat untuk kegiatan misi. Ia masuk Woman's Medical College di Chicago pada tahun 1888 dan menyelesaikan program dokter dan keperawatan. Eleanor hidup bersahaja, dalam kurun waktu tertentu ia hanya makan bubur gandum. Untuk memperlengkapinya dalam pelayanan, ia kemudian belajar lagi di Moody Bible Institute.

Di tahun 1893 ia mendapatkan kepercayaan sebagai misionaris medis yang ditugaskan ke Cina. Di sana ia mendapatkan banyak kesulitan, selain karena pemahaman bahasa yang kurang, juga karena kemiskinan. Eleanor pernah mengirim sepucuk surat kepada temannya untuk menceritakan keadaannya di sana. "Saya pernah merawat seorang pasien gila yang otaknya rusak karena opium. Pasien itu berpikir bahwa dirinya selalu diikuti oleh iblis. Saya tidak punya tempat untuknya selain ruang belajar saya. Terkadang ia begitu agresif dan membutuhkan pengawasan ketat, sehingga saya harus duduk dan menjaganya sepanjang hari."

Perhatian Eleanor bagi penduduk Lien-Chou di Cina begitu besar. Ia memberikan apa yang bisa ia berikan untuk mereka. Kamar mandinya pernah dipakai untuk ruang operasi. Ia pernah mengerat kulit tungkainya sendiri bagi seorang kuli yang kakinya tak kunjung sembuh setelah menjalani operasi. Ia belajar mencukupkan dirinya hanya dengan uang sebesar $ 1,50 sebulan, agar ia bisa membangun sebuah rumah sakit untuk wanita. Selama sepuluh tahun ia melayani di Cina tanpa pamrih. Dalam suatu serangan massa anti orang asing, Eleanor menjadi korban hanya karena ia kembali untuk menolong temannya. Mencabik gaunnya untuk membebat luka seorang anak merupakan tindakan pelayanannya yang terakhir.

Pengorbanan diri untuk misi Tuhan dan kemanusiaan hanya dapat dilakukan oleh mereka yang mengerti dengan baik makna kehidupan yang berarti. Ethel Water pernah mengatakan, "Tuhan tidak pernah menciptakan sampah." artinya Tuhan tidak pernah menciptakan sesuatu yang tak berdaya guna. Kita diciptakan untuk maksud tertentu, ada sesuatu yang dapat kita berikan selama berada di dunia ini. Berarti tidaknya hidup kita tidak dapat diukur dari apa yang kita terima dan miliki, melainkan dari apa yang sudah kita berikan kepada Tuhan dan sesama. (Sumber: Manna Sorgawi no. 127 Oktober 2008)

Diposting oleh Hadi Kristadi untuk PENTAS KESAKSIAN
http://pentas-kesaksian.blogspot.com