Ini kisah nyata yang dialami seorang teman, keluarga Tionghoa. Sudah sejak beberapa tahun lalu suaminya selingkuh dengan seorang perempuan yang berprofesi sebagai SPG (Sales Promotion Girl). Nasihat dari hamba-hamba Tuhan tidak ada yang dihiraukan oleh suaminya. Isterinya ini tabah sekali dan tidak berdaya, karena dia bekerja di pabrik roti milik mertuanya. Beberapa kali wanita piaraan itu mendatangi rumah keluarga ini, mencari suaminya. Hubungan segitiga itu berlangsung bertahun-tahun sampai isteri mudanya melahirkan seorang anak. Suaminya sering membawa simpanannya ini beribadah di gereja lain.
Untuk memutuskan hubungan gelap suaminya itu, sang isteri menganjurkan agar suaminya memberi uang santunan sekaligus kepada isteri piaraannya, seperti Abraham menceraikan Hagar, dan setelah itu putus hubungan. Namun wanita piaraannya itu pintar. Dia menolak diberi uang, bahkan rumah yang pernah diberikan suaminya dikembalikan, untuk membuktikan bahwa dirinya bukan mengejar harta, namun membutuhkan seorang suami.
Sang isteri sudah konseling dengan banyak hamba Tuhan, bahkan seorang hamba Tuhan berkata, "Ya, sudah, relakan saja suamimu dipinjam 'kuntilanak' itu, mungkin sang 'kuntilanak' akan menjadi orang percaya sungguh-sungguh melalui suamimu yang Kristen." Keadaan rumah tangga seperti itu terus berlangsung beberapa tahun, hingga suatu hari suaminya mengeluh sakit di dada. Isterinya membawa sang suami ke RS Pusat Pertamina. Di perjalanan menuju RS suaminya menghembuskan nafas terakhir tanpa sempat ditolong para dokter di RSPP. Padahal selama ini suaminya sehat-sehat saja, tidak ada keluhan sakit jantung atau sakit kritis apapun.
Ketika kuburannya disiapkan dan batu nisan akan dibuat, sang isteri bertanya kepada kami, "Dimana ya ayat yang mengatakan: 'Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman.'?" "Oh, itu di 2 Timotius 4:7." kata saya via SMS. Saya tidak mau berkomentar, apakah suami yang menyakiti isteri dan anak-anaknya, masih layak mengaku telah mengakhiri pertandingan yang baik.
Satu hal yang kita perlu renungkan, apabila kita berbuat dosa dan tidak ada halangan apapun, itu bukan berarti Tuhan merestui perbuatan dosa kita. Ada saatnya penghakiman Tuhan akan dilakukan, dan ketika hal itu terjadi, mungkin sudah tidak ada waktu untuk bertobat. Jangan menyia-nyiakan kesabaran dan kasih karunia Tuhan. Kita tidak pernah tahu apakah kita masih memiliki waktu untuk bertobat dan memperbaiki kesalahan kita.
Ditulis oleh Hadi Kristadi untuk PENTAS KESAKSIAN
http://pentas-kesaksian.blogspot.com